Alhamdulillah. Setelah menunggu cukup lama menurunnya wabah corona, akhirnya acara Open House (Ta'aruf) Pondok Pesantren Babu.
Yayasan Syekh Abdul Wahab Rokan yang saat ini dipimpin oleh Syekh Haji Ismail Royan, didirikan pada tanggal 21 November 1979 yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1400 H.
Reporter
Urusan lidah bukan sekadar urusan segumpal daging. Perkara lidah berimplikasi panjang dan tidak boleh dianggap ringan
"Rasulullah Saw. bersabda, 'Inginkah engkau aku beritahu tentang kepala (pokok) segala urusan, tiangnya dan puncaknya?' Aku menjawab, 'Ya, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Kepala segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.' Rasulullah Saw. mengatakan lagi, 'Inginkah engkau aku beritahukan tentang penguat itu semua?' Aku menjawab, 'Ya, wahai Nabi Allah.' Maka Rasulullah Saw. memegang lidahnya seraya mengatakan, 'Tahanlah (peliharalah) ini (lidah) olehmu.' Aku mengatakan, 'Wahai Nabi Allah, akankah kita dibalas gara-gara omongan yang kita ucapkan?' Rasulullah Saw. menjawab, 'Ibumu telah kehilangan kamu! Tidaklah manusia dibenamkan ke dalam neraka -dimulai dengan wajah mereka atau lubang hidung mereka- melainkan buah dari lidah-lidah mereka?'" (HR.Tirmidzi, hadits hasan)
Selain At-Tirmidzi, yang meriwayatkan hadits tersebut adalah Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Hadits ini merupakan bagian akhir dari hadits panjang (sudah dibahas pada beberapa nomor sebelum ini). Dalam hadits ini, Rasulullah Saw. menjelaskan hal-hal besar yang harus menjadi perhatian dan komitmen umat Islam sepanjang hayat. Coba perhatikan kembali penggalan pertama hadits tersebut.
"Wahai Rasulullah, terangkanlah padaku amal yang memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka." Rasulullah menjawab, "Sungguh engkau bertanya tentang sesuatu yang besar. Dan hal itu mudah bagi orang yang Allah mudahkan: engkau beribadah kepada Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan haji ke baitullah." Kemudian Rasulullah Saw. mengatakan, "Inginkah engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan?" Puasa adalah tameng; shadaqah menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api; dan shalat seseorang di tengah malam, (seraya beliau membacakan ayat 'Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.' (Q.S. As-Sajdah [32]: 16-17)" Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia menyatakan hadits ini hasan.
Sungguh, Rasulullah Saw berbicara tentang hal-hal yang menyebabkan seseorang layak masuk ke surga dan menjauhkannya dari neraka. Dan, beliau sendiri menyebut persoalan itu sebagai persoalan yang besar dan serius.
"Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar." Begitu komentar Rasulullah Saw tentang pertanyaan Mu'adz. Memang benar, hal apakah lagi yang lebih dahsyat dari urusan masuk surga atau neraka? Bukankah Allah Swt. berfirman,
"...Barangsiapa dijauhkan dari api neraka sungguh ia telah sukses (beruntung)..." (Q.S. Ali Imran [3]: 185)
Untuk menyelamatkan manusia dari neraka dan memasukkannya ke surga, Allah menurunkan kitab-kitab dan mengutus para nabi.
Hal yang Rasulullah Saw. sebutkan sebagai perkara-perkara yang akan memasukkan seseorang ke surga dan menjauhkannya dari neraka itu tidak lain adalah rukun Islam. Kemudian Rasulullah Saw. menjelaskan pintu-pintu kebaikan yakni shaum, shadaqah, dan shalat malam. Dan selanjutnya beliau menjelaskan bahwa pokok segala persoalan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.
Yang menarik adalah, setelah menjelaskan tentang pokok, tiang, dan puncak segala urusan, Rasulullah Saw. menutup dengan "Inginkah engkau aku beritahukan tentang penguat semuanya itu?" Dan beliau menjawab sendiri, "Tahan dan kendalikanlah lidah." Beliau bicara tentang anggota tubuh kita yang bernama lidah, justru dikaitkan dengan hal-hal besar. Bahkan disebutkannya bahwa mengandalikan lidah itu sebagai penguat segala urusan.
Lidah; anggota tubuh yang boleh jadi diabaikan dan dianggap sepele banyak orang dan karenanya tidak dianggap akan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan seseorang. Boleh jadi, orang-orang pada masa Rasulullah Saw. pun ada yang menganggap lidah bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan pengaruh dan hasilnya. Ini tergambar dari pertanyaan Mu'adz bin Jabal (semoga Allah meridhainya), "Wahai Nabi Allah, akankah kita dibalas gara-gara omongan yang kita ucapkan?"
Menanggapi pertanyaan Mu'adz (semoga Allah meridoinya) itu, Rasulullah Saw mengatakan, "Semoga ibumu kehilangan kamu! Tidaklah manusia dibenamkan ke dalam neraka -dimulai dengan wajah mereka atau lubang hidung mereka- melainkan buah dari lidah-lidah mereka?"
Kalimat "Ibumu telah kehilangan kamu!" ini bukan dimaksudkan sebagai doa hakiki ataupun penistaan. Ini hanyalah ungkapan yang berlaku pada masyarakat Arab saat mengungkapkan perasaan adanya sesuatu yang di luar dugaan atau mengherankan. Kira-kira, betapa mengherankannya dalam pandangan Rasulullah Saw. seseorang yang tidak mengerti bahwa perkataan seseorang akan dituntut di hadapan Allah Swt. Di sini, kalimat tersebut bermakna dorongan agar seseorang memahami yang dikatakannya.
Hashaida alsinatihim (buah dari lidah-lidah mereka) maknanya adalah balasan dan hukuman atas perkataan yang diharamkan. Ketika seseorang berbicara, pada hakikatnya ia sedang menanam sesuatu. Boleh jadi ia tidak sadar (saat mengucapkannya), tapi cepat atau lambat, kata-kata yang dikeluarkan akan berbuah. Entah itu baik atau buruk, bergantung yang ditanamnya.
Bahkan, untuk melihat dan merasakan buah dari kata-kata yang terlontar, seseorang tidak harus menunggu hari kiamat. Ia dapat dengan kontan merasakan buah dari ejekan dan penghinaan dirinya kepada orang lain. Salah satu buahnya adalah tidak ada orang yang suka kepada orang yang hanya pandai mengejek, mencaci, dan mencerca orang lain. Sebaliknya, dengan kata-kata baik yang didasarkan pada keikhlasan, tidak sedikit orang yang bersimpati bahkan menjadi sahabat setia.
Lidah dengan segala produknya menggambarkan keseluruhan perilaku. Seorang ulama ternama terdahulu, Yunus bin 'Ubaid, mengatakan, "Tidaklah aku melihat seseorang lidahnya dalam keadaan tertentu (baik atau buruk perkataannya) melainkan pasti aku melihat hal itu sesuai dengan seluruh amalnya." Sedangkan Yahya bin Abi Katsir mengungkapkan, "Tidaklah baik dan lurus perkataan seseorang melainkan engkau akan mengetahuinya dalam seluruh perbuatannya. Dan tidaklah rusak perkataan seseorang melainkan engkau akan mengetahuinya pula dalam seluruh perbuatannya."
Hadits yang sedang kita bahas ini menjelaskan bahwa kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk neraka adalah kemaksiatan lidah. Kemaksiatan lidah bentuknya bisa kemusyrikan dan ini adalah dosa terbesar di sisi Allah Swt. Bentuk lainnya adalah mengatakan atas nama Allah yang tidak diketahuinya. Tindakan ini merupakan teman sejati kemusyrikan. Kesaksian palsu, menuduh, dan ghibah juga merupakan kejahatan-kejahatan yang dilakukan lidah.
Ibnu Rajab Al-Hanbali menyatakan saat menjelaskan hadits tersebut dalam kitabnya yang berjudul Jami'ul 'Uluumi wal-Hikam, "Hal itu menunjukkan bahwa menahan lidah dan mengendalikannya adalah sumber segala kebaikan. Dan barangsiapa mampu mengendalikan lidah maka sungguh ia mampu mengendalikan dan mengokohkan segala urusannya."
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw. mengaitkan urusan pengendalian lidah dengan keberadaan iman kepada Allah dan kepada hari akhirat pada diri seseorang. Sabdanya,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat maka hendaklah ia berbicara yang baik atau diam." (H.R. Muttafaq 'Alaih)
Jadi, urusan lidah bukan sekadar urusan segumpal daging. Perkara lidah berimplikasi panjang dan tidak boleh dianggap ringan. Perkaranya bisa menyeret orang ke neraka atau mengantarkannya ke surga. Dalam hadits lain, Rasulullah Saw. bersabda,
"Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua janggutnya (yakni lidah) dan apa yang ada di antara dua kakinya (yakni kemaluan) maka aku menjamin untuknya surga." (H.R. Muttafaq 'Alaih). [Bersambung]
Alhamdulillah. Setelah menunggu cukup lama menurunnya wabah corona, akhirnya acara Open House (Ta'aruf) Pondok Pesantren Babu.
Tuan Guru Syekh Haji Ismail Royan merespon beberapa hal ketika mengajak sahabat beliau, Prof Asdi Agustar melihat-lihat perpu.